Jakarta, indonesiaclik.com ||
MAFIA gas elpiji menjadi biang kerok terjadinya kelangkaan gas elpiji 3 kg yang menjadi hak masyarakat miskin. Di Jabodetabek misalnya, sering terjadi ketika warga hendak membeli gas elpiji 3 kg di warung terdekat, namun stok gas di warung yang dituju sering habis sehingga harus mencari di warung yang relatif jauh dari tempat tinggal. Selain langka, harga juga menjadi ikut naik.
Kelangkaan gas elpiji 3 kg ini ternyata dikarenakan adanya praktek pengoplosan elpiji ukuran tiga kilogram ke elpiji 12 kilogram dan 5,5 kilogram tak bersubsidi. Pelaku melakukan praktik bisnis ilegal ini karena tergiur dengan keuntungan yang berlipat. Masyarakat pengguna elpiji subsidi yang seharusnya bisa memperoleh elpiji dengan gampang, atas praktik mafia gas tersebut masyarakat mengalami kerugian, warga merasa dengan langkanya gas tiga kilogram dipasaran seharusnya menjadi perhatian aparat kepolisian untuk menindak dengan serius praktik-praktik usaha ilegal tersebut.
Di seputaran Jabodetabek, kejadian praktik oplos gas elpiji 3 kg kerap terjadi. Tim investigasi Redaksi www.indonesiaclik.com menerima laporan terkait adanya praktik pengoplosan gas 3 kg disebuah tempat, tepatnya di Jl. Gn Maloko, Sukamulya, Kec. Rumpin. Lokasi pengoplosan gas elpiji 3 kg ini diketahui milik seorang pengusaha bernama Agus. Seorang pengusaha yang menggeluti pengoplosan gas sudah cukup lama.
Modus Penyalahgunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi 3 kilogram (kg) dengan mengoplos gas bersubsidi dengan gas nonsubsidi. Pelaku pertama-tama tentunya membeli LPG 3 kilogram dikumpulkan kemudian dioplos, disuntikkan ke tabung-tabung non subsidi, mulai 5,5 kg, 12 kg bahkan juga 50 kg,”
Biasanya, pelaku memanfaatkan selisih harga yang cukup signifikan antara harga LPG subsidi dan nonsubsidi. Dengan disparitas harga yang jauh berbeda, pelaku akan memperoleh keuntungan yang berlipat.
Untuk menghindari kejaran aparat Polisi, biasanya mereka ini kegiatannya bisa berpindah-pindah, di dalam satu tempat mereka melakukan kegiatan ini bisa sampai 3-4 bulan, ketika sudah tercium aparat, mereka berpindah ke tempat lain, bahkan ada yang hanya hitungan hari atau minggu sudah berpindah lagi. Pelaku dikenal sangat licin dan pintar untuk menghindari kejaran APH.
Selain dengan berpindah-pindah pengusaha hitam seperti ini biasanya memanfaatkan oknum aparat untuk membekingi usahanya. Ada aja oknum aparat yang mau kolaborasi untuk mengamankan bisnis haram tersebut. Biasanya oknum itu dibayar dengan bayaran yang menggiurkan, sehingga usaha tersebut dapat bertahan cukup lama.
Praktik pengoplosan seperti yang dilakukan Agus dinilai merugikan pemerintah dan masyarakat miskin. Sebab, LPG subsidi yang seharusnya dimanfaatkan masyarakat malah disalahgunakan.
Menyikapi praktik pengoplosan gas 3 kg yang dilakukan Agus ini, Edward SH.MH, seorang praktisi hukum di DKI Jakarta kepada awak indonesiaclik.com mengatakan, “tindakan pengoplosan gas merupakan tindakan melanggar hukum dan pelakunya harus dikenakan hukuman berat sehingga tidak mengulangi perbuatannya dan kerugian bagi masyarakat dan pemerintah tidak terjadi lagi.”
“Aparat kepolisian ketika menemukan pelaku usaha seperti ini harus memberikan hukuman berat sihingga tidak terulang kembali,” ujarnya.
Lebih jauh Edward mengatakan bahwa para pelaku pengoplos gas itu dapat dijerat dengan Pasal 55 paragraf 5 tentang energi dan sumber daya dan Pasal Mineral Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja atas perubahan Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Mereka diancam dengan pidana penjara maksimal enam tahun. Pertanyannya, apakah aparat Kepolisian berani menangkap Agus pemilik bisnis oplos gas subsidi Rumpin dimaksud. Kita tunggu tindakan nyata aparat Kepolisian. (sutan)