Tuntutan JPU Tak Lebih dari Sebuah Novel Picisan

 

Sidikalang, indonesiaclik.com || 28 Juli 2025 — Pengadilan Negeri Sidikalang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana penganiayaan ringan dengan terdakwa inisial BL. Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan pledoi dari tim penasihat hukum terdakwa, yaitu Marlon Simanjorang, S.H., M.H. dan Michael P. Manurung, S.H.

Dalam pledoinya, tim kuasa hukum menilai bahwa perkara ini sejatinya merupakan persoalan sederhana yang kental nuansa kekeluargaan, mengingat terdakwa dan korban memiliki hubungan darah sebagai sepupu dekat. Oleh karena itu, pendekatan yang mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan dan keadilan substantif seharusnya menjadi pijakan utama dalam menangani perkara semacam ini, alih-alih bersikukuh pada keadilan prosedural semata yang kadang justru mengabaikan rasa keadilan sejati.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Dari dakwaan hingga tuntutan, arah perkara ini dinilai telah “dibumbui berlebihan” oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) berinisial JFH. “Sejak awal kami merasa seperti sedang membaca skenario sebuah novel picisan – di mana konflik kecil dalam keluarga dibesar-besarkan sedemikian rupa, hingga kehilangan ruh penyelesaian yang bijak,” ungkap Marlon Simanjorang saat membacakan pledoi.

Lebih jauh, tim penasihat hukum juga menyinggung pentingnya penerapan asas oportunitas, yaitu kewenangan JPU untuk menilai apakah suatu perkara pantas atau tidak dilanjutkan ke pengadilan. Dalam hal ini, pendekatan oportunitas mestinya menjadi rem yang bijak agar hukum tidak menjadi alat pemisah di antara keluarga, melainkan menjadi sarana rekonsiliasi.

“Apakah penuntutan ini lahir dari idealisme penegakan hukum atau ada faktor-faktor lain yang tidak terucap tapi terasa? Biarlah waktu dan nurani yang menjawab. Yang jelas, kami percaya majelis hakim akan menilai dengan jernih bahwa tidak semua perkara harus berakhir dengan vonis,” tandas Michael P. Manurung,S.H.

Dengan tetap menjunjung tinggi supremasi hukum, tim penasihat hukum berharap majelis hakim dapat menekankan aspek moral dan kemanusiaan dalam putusannya. Sebab, ketika keadilan kehilangan wajah humanisnya, maka hukum tak lebih dari sekadar teks kosong tanpa jiwa.(**)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tutup
Tutup