Ibu Keberatan Dua Anak di Bawah Umur Diperiksa 6 Jam oleh Polres Samosir: Dinilai Tidak Sesuai Prinsip Perlindungan Anak

Ket photo: Ruth Naibaho didampingi para tokoh masyarakat saat mendatangi kantor Polres Samosir. Selasa, 30/9/2025.

Samosir, indonesiaclik.com || Seorang ibu bernama Ruth Rina Sarina Naibaho menyampaikan keberatannya atas proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polres Samosir terhadap dua anaknya yang masih di bawah umur. Kedua anaknya yang masing-masing berusia 8 tahun dan 11 tahun, serta masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), diperiksa sebagai saksi dalam sebuah kasus dugaan kejahatan terhadap anak pada 11 September 2025.

Menurut penuturan Ruth, kedua anaknya dipanggil dan diperiksa oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sejak pukul 13.00 WIB hingga 19.00 WIB, atau sekitar 6 jam. Meski dilakukan dengan pendampingan keluarga, ia menilai tindakan tersebut jauh dari prinsip perlindungan anak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

“Anak-anak saya masih kecil, mereka masih SD. Tapi kemarin diperiksa dari jam satu siang sampai jam tujuh malam di ruang penyidikan seperti orang dewasa. Walaupun ada pendamping, menurut saya itu sangat tidak pantas,” ujar Ruth sambil menangis.

Selama proses pemeriksaan, Ruth mengungkapkan anak-anaknya tampak ketakutan bahkan sampai tiga kali menangis di ruang penyidik. Ia juga menilai sejumlah pertanyaan yang diajukan tidak relevan dan tidak layak ditanyakan kepada anak-anak.

“Banyak pertanyaan yang menurut saya tidak wajar dilakukan polisi kepada anak. Bahkan ditanya soal tanggal perceraian saya dengan mantan suami. Padahal secara mental anak saya belum siap menerima perceraian kami,” ucapnya.

Ruth juga menyayangkan lokasi pemeriksaan yang dilakukan di ruang penyidikan biasa, bukan di ruang ramah anak sebagaimana mestinya.

“Anak saya diperiksa di ruang PPA, seharusnya dilakukan di ruang ramah anak. Saya berharap Polri bisa lebih profesional. Apakah dibolehkan proses penyidikan terhadap anak di bawah umur dilakukan seperti itu? Sampai dua kali anak saya mengeluh lapar dan ingin makan,” katanya.

Ia bahkan menyebut pihak kepolisian sempat berniat menginterogasi anaknya di sekolah, hal yang menurutnya dapat merusak kondisi psikologis anak.

“Kalau polisi datang ke sekolah, mental anak saya bisa rusak karena dilihat teman-temannya,” ujarnya.

Tokoh masyarakat Efendy Naibaho juga menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa tersebut. Menurutnya, anak yang dimintai keterangan sebagai saksi harus diperiksa dengan cara yang tidak menakutkan, dalam waktu yang wajar, dan tanpa tekanan psikologis.

“Setahu saya, anak-anak tidak bisa dijadikan saksi. Kalaupun bisa, harus ada pendamping dari pemerintah atau lembaga perlindungan anak. Itu pun tidak boleh dilakukan di ruang penyidikan biasa. Idealnya, penyidik datang ke rumah,” ujar Efendy.

Atas kejadian ini, Ruth Naibaho didampingi para tokoh Raja Oloan dari Pangururan seperti Efendy Naibaho, Polmen Naibaho, Sasnaek Naibaho, Nahum Naibaho, Mangarindang Naibaho, Dian Naibaho, dan Marco Sihotang mendatangi Polres Samosir pada Selasa, 30 September 2025.

Dalam pertemuan dengan Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk, mereka menyampaikan keluhan dan protes atas proses pemeriksaan terhadap anak di bawah umur tersebut.

Sasnaek Naibaho selaku Ketua Harian Punguan Marga Naibaho meminta agar proses pemeriksaan terhadap anak dilakukan lebih hati-hati. “Bila perlu dilakukan di taman bermain, dan anak diberi kesempatan memilih siapa yang akan mendampinginya,” katanya.

Menanggapi hal itu, AKP Edward Sidauruk terhadap adanya kekurangan dalam proses pemeriksaan tersebut, akan dilakukan penelusuran. “Baru kali ini saya dengar soal anak tidak diberi pendamping ke kamar mandi dan terkait materi pertanyaan. Memang seharusnya anak didampingi oleh orang tua dan dinas terkait agar lebih leluasa memberi keterangan,” ujarnya.

“Kami berterima kasih atas koreksi terkait pelayanan kami. Polres Samosir terbuka terhadap masukan masyarakat, dan kami berkomitmen memperlakukan semua pihak secara sama,” tambah Edward.

Kedua anak Ruth dimintai keterangan oleh Polres Samosir terkait Laporan Polisi Nomor: LP-B/252/VIII/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT, tertanggal 4 Agustus 2025, yang dibuat oleh Polten Simbolon atas dugaan kejahatan terhadap anak.

Kasus ini bermula dari perceraian antara Ruth dan Polten. Dalam putusan Pengadilan Negeri Balige, Polten diwajibkan memberi nafkah kepada dua anaknya. Namun, selama empat bulan terakhir kewajiban tersebut tidak dipenuhi.

Atas hal itu, Ruth kemudian melaporkan Polten ke Polres Samosir atas dugaan penelantaran anak, sebagaimana tercantum dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/276/VIII/2025/SPKT/POLRES SAMOSIR/POLDA SUMUT, tertanggal 22 Agustus 2025 pukul 22.28 WIB. Kasus ini kini masih dalam tahap penyelidikan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tutup
Tutup